x
HARI KARTINI

Mengintip Forum Pencinta Konten Sadis, Hobi Menonton Orang Meregang Nyawa

waktu baca 6 menit
Selasa, 5 Jul 2022 10:45 0 248 Redaksi

Video dimulai dengan mempertontonkan rekaman CCTV di dalam bengkel penuh mesin dan alat perkakas. Seorang lelaki, dengan punggung membelakangi kamera, sedang menggunakan mesin bubut. “Awalnya kayak rekaman CCTV biasa,” tutur YouTuber bersuara khas yang menarasikan videonya. “Saya juga pernah bekerja di tempat seperti ini.”

Sementara lelaki dalam rekaman bekerja dengan tekun, sang narator menceritakan pengalamannya bekerja di industri serupa. Namun, tiba-tiba saja teknisi terhuyung ke depan. Lengannya tersangkut di mesin bubut. “Lihatlah itu,” kata narator, dengan suara yang terdengar lebih senang dari sebelumnya. Walaupun video diburamkan untuk menutupi detail mengerikan, kamu dapat membayangkan apa yang sedang terjadi. Teknisi terlempar ke udara dengan kondisi anggota tubuh tercabik-cabik mesin.

Konten semacam ini banyak ditemukan di kanal YouTube Plagued Moth. Nama ini cukup terkenal di komunitas online yang menikmati aktivitas manusia yang berujung fatal. Mereka saling berbagi video yang mengungkapkan adegan kekerasan, pembunuhan dan kematian secara gamblang. Mereka mendiskusikannya seolah-olah habis nonton film horor.

YouTuber di balik kanal Plagued Moth memiliki ketertarikan yang sangat besar pada konten berdarah-darah. Video yang menampilkan aksi penyiksaan dan pembunuhan sudah menjadi santapannya sehari-hari.

Orang-orang seperti Plagued Moth menyebut diri mereka pemandu bagi para penonton yang tak kuasa menyaksikan insiden maut. Dalam seri videonya yang populer, dia menyuguhkan konten eksplisit berdasarkan meme “gunung es”: semakin ke bawah, semakin brutal dan menakutkan kontennya. Terlepas dari sifat unggahannya yang bikin ngilu, video-video Plagued Moth telah ditonton lebih dari 30 juta kali. Konten kreator itu bahkan punya Patreon khusus untuk materi tanpa sensor, yang hanya dapat dinikmati oleh para subscribernya di sana.

Seiring naiknya pamor konten true crime dalam 10 tahun terakhir, semakin banyak bermunculan podcast dan tontonan yang mengupas tuntas setiap bentuk pelanggaran yang mengejutkan dunia. Beberapa kisahnya tentu sudah didramatisir dalam film. Minat publik yang tinggi bahkan telah menjadi topik hangat untuk diteliti, guna mencari tahu apa sebenarnya yang mencuri perhatian para pemirsa, dan apa pengaruhnya menikmati konten kekerasan terhadap pola pikir dan perilaku kita.

Pertanyaan-pertanyaan itu tak lagi diindahkan ketika menyentuh sisi yang lebih gelap dari ranah ini.

Tayangan yang berbau kejahatan, kematian dan kekerasan menjadi konsumsi sehari-hari bagi mereka yang mendambakan hal-hal ekstrem. Sementara konten true crime mainstream menyembunyikan motivasi asli dengan embel-embel keperluan jurnalistik, para kreator seperti Plagued Moth lebih jujur tentang alasan mereka menyajikan konten sebrutal mungkin. Pada dasarnya, mereka ingin menakut-nakuti penonton.

Lain ceritanya dengan Disturban. YouTuber satu ini lebih “jinak” dalam menghadirkan konten kekerasan kepada hampir setengah juta subscriber-nya. Dia mengaku kurang menyukai video yang penuh adegan berdarah-darah, sehingga kontennya berfokus pada kasus kejahatan “mengerikan yang kurang dikenal”. Dia menuturkan detail kronologinya dengan gaya yang mampu bikin bulu kuduk berdiri.

“Saya rasa saat orang mengklik video true crime, mereka menginginkan semacam sensasi — rasa takut, jijik atau lainnya,” katanya kepada VICE.

Konten gore telah lama menarik minat pencinta horor dengan selera lebih aneh. Film Faces of Death yang dirilis pada 1978, menggabungkan rekaman palsu ritual pembunuhan para pemuja setan dan orang-orang yang memakan otak monyet dengan liputan berita dan rekaman polisi yang mempertontonkan adegan kerusuhan dan kematian. Dicap murahan dan dilarang penayangannya di banyak negara, film “Mondo horor” itu sontak mendapat status kultus di kalangan penggemar horor yang haus akan konten yang lebih bejat dari film layar lebar kebanyakan. Mereka menginginkan sesuatu yang lebih nyata.

Para pengguna pada awal munculnya internet pasti familiar dengan ‘shock site’, seperti Rotten.com dan Ogrish yang secara terang-terangan menampilkan adegan berdarah-darah dan menjijikkan. Ada dua tipe orang yang mengunjungi dan membagikan situs-situs ini. Pertama, mereka orang-orang sarap yang merasakan kepuasan tersendiri dari konten mengganggu. Selanjutnya, mereka ingin menjahili teman dan membuatnya syok karena tanpa sadar menyaksikan kecelakaan maut.



Situs-situs lain mulai bermunculan, seperti LiveLeak yang menyediakan berbagai video yang dianggap terlalu eksplisit untuk platform mainstream. Di sinilah, konten sadis ditampilkan apa adanya. Situs ini juga menjadi wadah jurnalisme warga heterodoks dan rekaman menegangkan langsung dari medan perang. LiveLeak ditutup pada 2021, setelah 15 tahun lebih menjadi pusat kontroversi. Dalam pengumumannya, co-founder Hayden Hewitt menyebut internet “sudah banyak berubah”.

“Semuanya sudah berbeda sekarang,” ujarnya dalam video YouTube. “Saya gak suka sama sekali. Saya lebih suka internet yang lebih bebas dan liar.”

Sejak era 2010-an, budaya internet menjadi lebih “sopan” dan tak lagi seaneh dulu. Namun, bukan berarti penggemar konten kekerasan ikut berkurang. Forum yang sudah lama terbentuk terus membagikan konten-konten paling mengganggu yang bisa ditemukan di internet. Keberadaan teknologi canggih seperti ponsel cerdas justru semakin mempermudah ini. Documenting Reality, situs yang tagline-nya berbunyi “there are some things you just can’t unsee”, masih menampung berbagai subforum untuk berbagi konten sensitif, seperti video otopsi, kecelakaan dan kematian selebritas yang mengenaskan. Para anggota forum secara saksama menganalisis kejadian nyata bak pakar.

Jejaring sosial telah terbukti menjadi tempat berkembang biak yang sempurna bagi konten-konten sadis. Akui saja, sesekali kamu akan menemukan penampakan daging berceceran baik di media sosial maupun grup WhatsApp. Meski kontennya mengusik kenyamanan, sulit sekali bagi kita untuk menghindarinya. Saking maraknya konten kekerasan di Facebook dan Twitter, kedua raksasa medsos sampai membentuk tim moderator khusus untuk menangkal peredarannya. Pada 2020, TikTok kewalahan membendung rekaman video lelaki bunuh diri yang disebarkan secara luas oleh pengguna.

Reddit menampung berbagai komunitas yang menjanjikan kesenangan dari menyaksikan detik-detik orang tewas mengenaskan. Salah satunya yaitu r/WatchPeopleDie, yang eksistensinya bertahan hingga 2019. Subreddit tersebut diblokir dari platform menyusul aksi penembakan di masjid Christchurch. (Menariknya, unggahan foto dan video yang menampilkan serangan itu menjadi cara paling efektif menutup forum.)

Subreddit seperti r/CrazyFuckingVideos dan r/GoryAccidents terus menyuguhkan tayangan yang sarat akan kematian, memanfaatkan pedoman moderasi Reddit yang relatif lebih santai daripada platform lainnya. Selain itu, ada r/NSFL yang mampu bertahan di tengah gempuran pemblokiran dan bahkan disembunyikan dari publik. Hampir 140.000 anggotanya menerima asupan adegan menjijikkan, seperti korban mutilasi dan borok yang mampu membuat perut mual, setiap harinya. Konten semacam ini disajikan dengan dalih mengedukasi masyarakat. “Kami mendokumentasikan, melaporkan dan berusaha memahami mengapa situasinya terjadi dan bagaimana itu dapat dihindari,” bunyi keterangan di sidebar.

Persyaratan bergabung dan berbagi konten di r/NSFL sangat ketat. Para subscriber tidak boleh menyebarluaskan rekaman peristiwa yang sensitif secara politik, seperti penembakan di Christchurch atau Buffalo. Mereka juga dilarang mengglorifikasi pelaku penembakan massal dan pembunuh berantai. Subreddit melarang keras aksi terorisme, melukai diri dan vulgar. Dan terakhir, yang paling penting, pengguna Reddit yang mengikuti forum ini tidak boleh mempermalukan satu sama lain.

Daniel, lelaki 26 tahun yang aktif nge-stalk dan meninggalkan jejak di subreddit macam r/NSFL, mengaku sudah lama sekali tertarik dengan segala hal yang menyangkut kematian dan pembunuhan. Dia bersikeras alasannya bukan karena haus akan sensasi, melainkan sebagai cara menghadapi ketakutan yang berlebihan akan kematian. “Saya melihat ini sebagai gambaran betapa rapuhnya hidup ini, bahwa kita bisa berada di dunia suatu hari tapi mungkin kita sudah tiada di hari berikutnya,” ujarnya.

“Dengan menyaksikan konten semacam ini dan betapa cepat peristiwanya terjadi, saya terbantu menghadapi apa yang selalu saya takuti. Ya, semua ini karena ketakutanku. Saya sejujurnya tidak menikmati konten seperti saat menonton TV. Ada bagian dari diri saya yang membenci konten itu.”

Daniel pasti bukan satu-satunya yang mengekspresikan sentimen itu. Menyaksikan konten brutal bagaikan menyaksikan kecelakaan mobil yang tak terelakkan. Dorongan ini telah muncul jauh sebelum ada internet, dan kehadiran internet menjadi alasan kontennya tersebar di mana-mana.

Walaupun kebijakan sensor internet dewasa ini sangat ketat, konten sadis takkan pernah kehilangan penggemar.

Follow James di Twitter. Kamu juga bisa langganan nawalanya di sini.

Stik Famika Makassar

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ULTAH PULAU TALIABU
RIDWAN AZIZ
PLT BUPATI LABUHANBATU
Stik Famika Makassar
LAINNYA
x
x