x
HARI KARTINI

Menurut Penelitian, Cara Jalan Anak di Jepang Berbeda dari Anak Negara Lain

waktu baca 4 menit
Senin, 5 Sep 2022 19:45 0 219 Redaksi

Tanpa kamu sadari, kamu dapat menebak siapa yang sedang berjalan hanya dari derap langkah mereka. Hal ini tentunya karena setiap orang punya cara berjalannya masing-masing.

Baru-baru ini, penelitian yang mempelajari gerakan anggota tubuh manusia menemukan anak-anak di Jepang memiliki gaya jalan yang berbeda dari kebanyakan anak di negara lain. Perbedaan ini tampaknya dipengaruhi oleh gaya hidup dan kebiasaan mereka, yang dapat menentukan kesehatannya.

Temuannya diuraikan dalam jurnal Scientific Reports pada Mei 2022.

“Meskipun perbedaannya sangat tipis, saya terkejut melihat anak-anak di Jepang berjalan dengan posisi kaki lebih ditekuk,” terang Ito Tadashi, ahli terapi fisik dari Pusat Medis dan Rehabilitasi Mikawa Aoitori yang melaksanakan penelitian tersebut. Menariknya lagi, Ito juga mengungkapkan cara berjalan mereka tidak berubah seiring bertambahnya usia.

Perkembangan fisik dan kualitas hidup anak dapat dilihat dari rangkaian gerakan yang mereka lakukan menggunakan pinggul, lutut dan kaki—biasa disebut “gait”. Gaya jalan juga bisa menjadi indikasi adanya kelainan, seperti masalah keseimbangan. Semakin cepat suatu kelainan terdeteksi, semakin besar pula peluang untuk menangani masalahnya agar tidak berkembang menjadi lebih parah. Itulah sebabnya, tidak mengherankan bila cara berjalan menjadi salah satu unsur kehidupan manusia yang paling sering diteliti.

Namun, Ito melihat belum banyak penelitian yang mendalami gaya berjalan anak-anak di Jepang, sehingga ia tergerak mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai variasi gerakan anak-anak Jepang dari berbagai kelompok usia.

Para peneliti mempelajari gaya berjalan 424 orang anak yang berusia antara enam hingga 12 tahun menggunakan sistem analisis gerak tiga dimensi. Dalam metode pemeriksaan ini, penanda bulat kecil akan ditempelkan pada bagian bawah tubuh anak untuk mengukur pergerakan kaki mereka saat berjalan.

Tim Ito menemukan anak-anak pada kelompok usia lebih tua memiliki langkah yang lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Selain itu, mereka juga lebih banyak melangkah. Hasil temuannya berbeda dari penelitian yang dilakukan di Meksiko. Penelitian tersebut juga menunjukkan langkah anak-anak semakin pendek seiring bertambahnya usia, tapi jumlah langkah mereka tetap sama atau bahkan berkurang setelah lewat usia tujuh tahun.

Teknik pemeriksaan gait atau cara berjalan tiga dimensi dilakukan dengan menempelkan penanda bulat kecil pada bagian tubuh bawah. Foto oleh Tadashi Ito

Teknik pemeriksaan gait atau cara berjalan tiga dimensi dilakukan dengan menempelkan penanda bulat kecil pada bagian tubuh bawah. Foto oleh Tadashi Ito

Ito menduga perbedaan cara berjalan anak-anak di Jepang dengan anak-anak di negara lain berkaitan dengan gaya hidup dan budaya yang mereka anut.

Sejumlah anak yang diteliti cara berjalannya berasal dari sekolah dasar yang sama. Ito menjelaskan, mereka terbiasa berangkat sekolah bareng setiap pagi, sehingga tidak mengherankan apabila pelajar yang lebih muda mengambil langkah lebih panjang untuk mengimbangi langkah anak-anak yang usianya lebih tua.

Ito juga memperhatikan anak-anak pada kelompok usia 11-12 cenderung lebih sering berjinjit atau berjalan dengan bertumpu pada jari kaki, serta menunjukkan rentang gerak di lutut yang lebih sedikit selama berjalan. Ito tidak dapat memastikan apa alasannya, tapi kemungkinan ada hubungannya dengan “seiza”, cara duduk tradisional orang Jepang yang menyelipkan pantat di atas tumit.

Profesor ortopedi pediatrik Jessica Rose dari Stanford University tidak terlibat dalam penelitian ini, tapi ia melakukan penelitian serupa. Menurutnya, sangat wajar terjadi perbedaan pengukuran pada teknologi yang digunakan. Namun, ia tak yakin betapa bervariasinya data lintas budaya.

“Berdasarkan perhitungan saya, ada satu-dua derajat perbedaan pada gerakan pinggul dan lutut,” terangnya kepada VICE World News.

Contohnya, posisi penanda yang ditempelkan di sekitar sendi pinggul bisa saja berbeda di setiap subjek. Rose juga menyebutkan model yang digunakan untuk mengukur pusat sendi pinggul dapat berbeda dari lab ke lab, sehingga menciptakan variabilitas dalam data. Andai saja perbedaannya lebih jelas, peneliti dapat memberikan kesimpulan yang lebih pasti.

“Saya terkejut melihat betapa miripnya data kami dengan mereka,” lanjutnya. Rose mengatakan, kemiripan ini bisa dijadikan sebagai perbandingan, dan kuatnya data yang dikumpulkan Ito dapat bermanfaat bagi evaluasi kelainan gaya berjalan anak.

Selain mempelajari gaya berjalan anak-anak, Ito dan rekan-rekan peneliti juga mempelajari apakah pembatasan sosial selama pandemi, seperti penutupan sekolah, memengaruhi kecepatan berjalan anak dan indikator kesehatan fisik lainnya.

Follow Hanako Montgomery di Twitter dan Instagram.

Stik Famika Makassar

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ULTAH PULAU TALIABU
RIDWAN AZIZ
PLT BUPATI LABUHANBATU
Stik Famika Makassar
LAINNYA
x
x