x

“Jurnalistik Pelanjut Risalah Rintisan Nabi Muhammad Saw” Mengenal Sejarah Al-Quran, Awal Turun Hingga Pembukuan

waktu baca 18 menit
Senin, 3 Jul 2023 22:07 0 960 RD AHMAD SYARIF

Religi IslamiLiputan4.com – Banyak penulis-penulis sejarah menulis bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu ummi (buta huruf tidak bisa membaca dan menulis), namun dibalik ummi Rasulullah, beliau menyuruh sahabat sahabatnya untuk menulis Al Qur’an dan hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau kita mengingat masa masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al Qur’an, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca-tulis.

Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab memang dikenal kuat. Bahkan dimasa tersebut, Rasulullah menyuruh kepada kaum muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Qur’an, dan kita tahu bahwa Al-Qur’an diturunkan tidak melalui tulisan namun firman Allah Subhanahu Wata’ ala yang disampaikan melalui malaikat jibril. Namun setelah itu terjadilah penulisan diberbagai benda. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam pula sangat mendorong kepada para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita lebih lebih kalau berita tersebut merupakan firman–firman Allah Subhanahu Wata’ ala dan sabda Rasul-Nya, Allah berfirman, Surat Al-Hujurat Ayat 6 بِنَبَٖ إ

إِن جَ آءَكُمۡ فَِاسۢ ُق

يَٰٓأَيُّهَاٱلَِّذَ ين ءَامَنُوٓ ْ ا

فَتَبَيَّنُوٓ ْ ا أَن تُصِ يبُْ وا قَوۡ مَۢ ا بِجَهَٰ لَٖ ة فَتُصۡ بُِحْ وا

عَلَٰ ى مَا فَعَلۡ تُمۡ نَٰ دِمِينَ ٦

 

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.¹

ROKOK ILEGAL

Walaupun oleh Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam itu, bentuk “kitab” baru dihimpun ‘alaihi dalam pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar radiyallahu ‘anhu Dalam peperangan Yamamah, ‘anhu. terdapat puluhan penghafal Al Qur’an yang gugur. Hal ini menjadikan Khalifah Umar ibn Al Khattab menjadi risau tentang masa depan Al Qur’an.

Karena itu, beliau mengusulkan kepada Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi Muhammad lah memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya.

Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang–tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya disamping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat Al Qur’an.

Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam itu, bentuk “kitab” baru dihimpun dalam pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar radiyallahu ‘anhu Dalam peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al Qur’an yang gugur. Hal ini menjadikan Khalifah Umar ibn Al Khattab menjadi risau tentang masa depan Al Qur’an.

Karena itu, beliau mengusulkan kepada Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan.

Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi Muhammad lah memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang–tulang binatang.

Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya disamping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat Al Qur’an. Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan ¹ AL-Qur’an Surat AL-Hujarat ayat 6.

Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada masa Rasulullah. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut, dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak dilakukan oleh Rasulullah. Namun pada akhirnya suatu tim yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit dalam rangka melaksanakan tugas suci dan besar itu.

Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut, tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan, apalagi beliau termasuk salah seorang yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam pada masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu Al Qur’an. Dengan dibantu sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya. Abu Bakar r.a memerintahkan kepada seluruh kaum muslim untuk membawa naskah tulisan ayat Al Qur’an yang mereka miliki ke Masjid Nabawi, untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya.²

Pengertian Jurnalistik

Secara bahasa (Indonesia), jurnalistik adalah hal yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran dan seni kejuruan yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran Journalisme (journalism) diartikan sebagai “the activity or profession of writing for newspapers, magazines, or news websites or preparing news to be broadcast.” (aktivitas atau profesi penulisan untuk surat kabar, majalah, atau situs web berita atau menyiapkan berita untuk disiarkan).

Dalam kamus bahasa Inggris, jurnalistik adalah “The collection and editing of news for presentation through the media; writing designed for publication in a newspaper or magazine”) Kata kunci dalam pengertian jurnalistik adalah berita dan penyebarluasan (publikasi). Dengan demikian, secara praktis, jurnalistik dapat didefinisikan sebagai berikut: Jurnalistik adalah pengumpulan bahan berita (peliputan), pelaporan peristiwa (reporting), penulisan penyuntingan naskah berita berita (writing), (editing), dan penyajian atau penyebarluasan berita (publishing/broadcasting) melalui media. Jurnalistik merupakan sebuah proses kegiatan dalam mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media massa.³

Dari sejarah kegiatan Nabi Muhammad
dan sahabat dalam melaksanakan dakwah diatas dengan jurnalistik menunjukkan pada kita semua yang hidup dimasa sekarang. Perlu diketahui bahwa landasan jurnalistik telah diletakkan oleh beliau selaras dengan kondisi dan kemajuan ummat pada waktu itu.

Jika sekarang ini kita ketahui adanya
dunia pers atau press dan adanya wartawan yang mahir mengcover suatu berita atau kejadian, kemudian menulisnya lewat media cetak dan elektronik, maka dizaman Rasulullah sesungguhnya para sahabat itu telah mensponsori pemberitaan mengenai diri pribadi Nabi kita. Dan tidaklah berlebih-lebihan jika dikatakan bahwa sahabat– sahabat Nabi adalah wartawan-wartawan yang demikian mahir mengcover berita-berita dizaman Nabi terutama yang menyangkut langsung kegiatan Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam Sahabat-sahabat yang selalu mengikuti dan mengcover berita-berita Nabi demikian banyak jumlahnya, sehingga tidak dapat disebut namanya satu persatu. Diantaranya adalah istri-istri beliau, khulafaur Rasyidin, zaid bin tsabit, Abi Hurairah dan lainya. Para sahabat inilah yang memindahkan berita-berita itu kepada sahabat lainya, kemudian kepada Tabi’in lalu kepada tabi’in-tabi’in lainya.

Ratusan ribu hadis yang berhasil dicatat oleh para ahli hali hadis adalah berkat jasa jasa reporter para sahabat. Hadis itu sendiri menurut arti bahasa adalah: berita, warta , khabar, kejadian. Yang dimaksud disini adalah segala berita dan kejadian yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang berita berita kejadian yang berhubungan dengan diri Nabi kita.⁴

Sepeninggalnya sahabat-sahabat Nabi yang mengcover langsung berita berita kejadian Nabi, sebagai orang pertama yang menerima berita itu, maka pada masa tabi’in lahir pula lah perawi perawi hadis yang bekerja sebagai media yang memindahkan berita itu kepada perawi perawi lainnya atau langsung di beritakan kepada umat sebagai landasan untuk beramal. Perawi perawi itu di dalam ilmu hadis biasa di sebut “ sanad “. Selain menerima berita ( hadis ) dari tangan pertama atau kedua dan ketiga, ia menghafalkan berita itu menurut redaksi yang asli tanpa mengurangi atau menambah sedikitpun dari aslinya, kemudian memindahkan kepada perawi lain dan akhirnya sampai kepada abad abad berikutnya, dimana hadis hadis dapat di himpun dalam pelbagai kitab. Hasil keringat para perawi hadis itulah yang telah di bukukan dapat kita nikmati sekarang misalnya: Shahih bukhari, shahih muslim, sunan turmuzdi,
sunan abu daud, muwatta’, imam malik, dan lain lain.

Para perawi dalam pemberitaan yang nabi itu, berkecimpung tidak hanya menghafalkan, menerima dan memindahkan berita secara teratur dan berhati hati, tetapi mereka juga menyeleksi hadis hadis itu, yakni hadis hadis mana yang dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya dari nabi Muhammad SAW, dan mana berita yang di ragukan kebenarannya.

Kemajuan islam diantar oleh jurnalis jurnalis islami.

Sejarah telah mengungkapkan kepada kita, bahwa perkembangan dan kecemerlangan ajaran islam menerobos zaman dan abad serta melewati negeri-negeri dan benua, berkat kerja keras berangkai dan berantai dari para jurnalis jurnalis islam. Otak dan saraf mereka yang disinari taufik dan hidayah Allah mendorong tangan mereka menarikan penanya diatas kertas. Seni dan kemahiran mereka diabadikan dalam berbagai karya jurnalistik yang berhasil membawa ajaran islam kejenjang kemajuan dan kemasyhuran dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. seperti, filsafat, hukum, astronomi, sosiologi dan lain lain.⁵

Rata rata semua imam imam mujtahid
seperti Syafi’i. Maliki, Ahmad bin Hambal, Hanafi dan Abu Daud adalah jurnalis jurnalis islam yang telah melaksanakan tugas tugas jurnalis dalam berbagai kitab kitab karangannya yang tebal. Hasil buah tangan merekalah yang di “minum” dan di “nikmati” oleh umat islam dalam bidang hukum fiqh islam dewasa ini. Dibidang filsafat kita kenal jurnalis jurnalis islam AL-Kindi, ALFarabi, AL-Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Jamaluddin AL-Afghani, Muhammad Abduh. Muhammad Rasyid Ridha dan lain lain sebagai penulis besar yang populer.

Islam di kagumi di dunia barat dalam ilmu bidang kedokteran, berkat lahirnya jurnalis islam yang bernama Ibnu Sina dengan karangannya yang berjudul “ ALQANUN FIT-THIB” ( peraturan peraturan kedokteran) yang di anggap orang sebagai perbendaharaan ilmu kedokteran.

Demikian juga dalam ilmu bintang di kenal dengan nama ALBITANI, AL-BIRUNI. Hal ini bahwa sejarah perkembangan islam selalu di kawal oleh kegiatan jutnalistik sebagai media komunikasi, mempermaklumkan ajaran ajaran Allah dan Rasul. Pertumbuhan islam selalu di dampingi dengan kegiatan mengarang yang tulis menulis, dilakukan oleh karang jurnalis jurnalis islam dalam bidang dan bakatnya masing masing seperti: sejarah, kebudayaan, sastra, hukum, tehnik, kedokteran, filsafat, tafsir, hadis dan lain lainnya. Nama nama jurnalis muslim itu cukup banyak yang sangat berjasa besar berpartisipasi dakwah, mengadakan komunikasi, namun karangan mereka belum tentu tersalur, karena terbentur kepada kesulitan logistik. memperkenalkan wajah ilahi dan meninggikan syiar islam keseluruh penjuru dunia.⁶

Sungguh, telah dicapai kemajuan yang pesat dalam berbagai media masa, seperti, radio, film, televisi, internet, namun pers dan jurnalistik masih tetap actual. Modernisasi percetakan yang kian maju, membuat manusia lebih meningkatkan aktifitasnya dibidang pers. Didalam kemajuan yang seperti ini, kita harus menyesuaikan diri dan mengambil peranan aktif dibidang pers dan jurnalistik. Namun ingatlah, ketika menulis dan mencari berita ingat kepada Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam selaku perintis dunia jurnalistik. Gelanggang dakwah mengappeal jurnalis jurnalis atau pengarang pengarang islam memegang peranan aktif di dalam media komunikasi modern, kalau tidak dakwah islam akan ketinggalan jauh dibandingkan dengan misi misi dan propaganda propaganda agama agama lain.

Kita mengakui terus terang, bahwa umat islam kekurangan dalam segi daya dan dana, terutama dalam memiliki mesin mesin cetak yang terbaru. Tetapi walau bagaimanapun pengarang-pengarang islam harus di beri jalan dan kesempatan untuk melahirkan dakwah mereka lewat media risalah surat kabar, majalah dan buku buku. Hal ini dapat tercapai jika sekelompok umat rela berkorban dari segi materil membantu penerbitan risalah-risalah. Mungkin cukup banyak muballigh-muballigh dan cendikiawan islam yang dapat mengarang, namun karangan mereka belum tentu tersalur, karena terbentur kepada kesulitan logistik.

Perutusan Rasulullah SAW Kepada Raja Hercules

Kisah perutusan Rasulullah SAW kepada satu kerajaan besar pada zaman Rasulullah SAW yaitu kerajaan Roma di bawah pemerintahan rajanya bernama Hercules diperincikan dalam kisah kali ini yang sangat menarik untuk tatapan pembaca sekalian.

Pada masa awal setelah diangkat sebagai utusan Allah, Nabi Muhammad Saw membangun komunikasi dengan para pemimpin suku dan pemimpin negara lain. Beliau mengirim utusan yang membawa surat ajakan masuk Islam. Korespondensi melalui surat itu tujukan kepada Heraclius, Kisra, Muqauqis di Mesir, Harits Al-Ghassani (Raja Hira), Hercules di Bizantium, Harits Al-Himyari (Raja Yaman) dan kepada Najasi, penguasa Abesinia (Ethiopia). Surat Rasulullah itu antara lain berbunyi, “Saya mengajak tuan memperkenankan panggilan Allah, peluklah Islam supaya tuan selamat”. Surat-surat tersebut selalu diakhiri sebuah stempel dari perak yang dicetak dengan tiga baris tulisan: Baris pertama: Allah; baris kedua: Rasul; dan baris ketiga: Muhammad. Lalu Beliau memilih beberapa orang sahabat yang berpengalaman sebagai kurir untuk menemui raja-raja tersebut. Sepanjang
hidupnya, Rasulullah Saw ‘menulis risalahnya sebanyak 43 buah surat.

Berdakwah memang memiliki banyak cara. Secara garis besar ada dua jenis dakwah; ada yang disebut dengan dakwah cultural, meliputi lewat sosial, medsos, dan budaya. Lalu ada dakwah struktural; yakni berdakwah lewat jalur kekuasaan dan birokrasi.¹⁹

Seiring dengan perkembangan zaman, kini metode berdakwah tidak lagi hanya dalam diskusi atau membuka forum tertentu saja. Tetapi, dakwah juga dilakukan dengan cara yang lebih modern dalam artian tidak hanya melalui percakapan dalam forum diskusi melainkan memanfaatkan adanya teknologi melalui media massa khususnya media jurnalistik, seperti buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah tertulis, pamflet, pengumuman tertulis, spanduk dan lain-lain yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bi al-qalam ini Ali bin Abi Thalib mengungkap sebuah pameo klasik, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada”.²⁰

Secara langsung memang tidak ditemui dalam Al-Quran anjuran menggunakan media tulisan sebagai alat dakwah, tetapi secara tersirat dapat dipahami dari satu surat yang terdapat dalam Al-Quran, yaitu surat Al-Qalam. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa Allah SWT bersumpah dengan huruf nun, sebagai isyarat terpenting tentang peran huruf, pena dan tulisan dalam pelaksanaan dakwah Islamiyah. Hal ini dapat lebih dipahami dengan menelaah

surat Al-Qalam ayat 1.

يَسْطُرُونَوَمَاوَ الْقَلَمِن

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis Ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw selain melaksanakan metode lisan juga dengan jurnalistik dakwah melalui tulisan (surat).⁷

Heraklius1 (Flavius Heraklius
Augustus (11 Februari 641)) adalah salah seorang daripada maharaja Rom, yang memerintah kerajaan Byzantin semasa era Nabi saw. Kisah kekagumannya kepada Nabi saw. tercatat di dalam sebuah hadis shohih riwayat Bukhari no.6, Kitab Permulaan Wahyu, di mana beliau berkata “… Sungguh dia akan menguasai tanah yang sekarang berada di bawah kedua telapak kakiku ini dan seandainya aku ada harapan untuk menjumpainya, pasti aku mengharuskan diriku untuk menemuinya. Dan seandainya aku sudah berada di hadapannya pasti aku akan basuh kedua telapak kakinya…”
(Bukhari 2723). Walaupun beliau memperakui kerasulan baginda saw., namun tidak ada bukti sejarah yang menyatakan beliau beriman. Pada penghujung usia Nabi saw., baginda mengutus Usamah untuk memerangi tentera Rom dan demikian juga pasca era khulafa’ ar-rasydin, tercetus perang Dzat al-Shawari pada tahun 31 atau 34 Hijriah. Ini menunjukkan kerajaan Rom masih belum tunduk seluruhnya kepada kekuasaan Islam. Nabi saw. telah
mengajarkan kita sebuah kaedah yang
terkandung di dalamnya muatan-muatan dakwah kepada cucu cicit Heraklius. Berisi dialog antara Abu Sufyan dengan Kaisar Heraklius yang menanyakan perihal Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam berkaitan dengan diterimanya sepucuk Surat dari Nabi Muhammad saw: Saat singgah di Iliya’ mereka menemui Heraclius atas undangan Heraclius untuk di diajak dialog di majelisnya, yang saat itu Heraclius bersama dengan para pembesar-pembesar Negeri Romawi. Heraclius berbicara dengan mereka melalui penerjemah. Heraclius berkata; “Siapa diantara kalian yang paling dekat hubungan keluarganya dengan orang yang mengaku sebagai Nabi itu?.” Abu Sufyan berkata; maka aku menjawab; “Akulah yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan dia”.
Heraclius berkata; “Dekatkanlah dia denganku dan juga sahabat-sahabatnya.” Maka mereka meletakkan orang-orang Quraisy berada di belakang Abu Sufyan.

Lalu Heraclius berkata melalui
penerjemahnya: “Katakan kepadanya,
bahwa aku bertanya kepadanya tentang
lelaki yang mengaku sebagai Nabi. Jika
ia berdusta kepadaku maka kalian harus mendustakannya.”Demi Allah, kalau bukan rasa malu akibat tudingan pendusta yang akan mereka lontarkan kepadaku niscaya aku berdusta kepadanya.” Kemudian Heraclius
meminta surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dibawa oleh Dihyah untuk para Penguasa Negeri Bashrah, Maka diberikannya surat itu kepada Heraclius, maka dibacanya dan isinya berbunyi: “Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya untuk Heraclius. Penguasa Romawi, Keselamatan bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian daripada itu, aku mengajakmu dengan seruan Islam; masuk Islamlah kamu, maka kamu akan selamat, Allah akan memberi pahala kepadamu dua kali. Namun jika kamu berpaling, maka kamu menanggung dosa rakyat kamu, dan: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah”. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” Rasulullah SAW telah memilih Sayyidina Dehya’ al Qalbi sebagai utusan kepada Hercules (Hercules), Kaisar atau raja Rom. Pusat pemerintahan kerajaan Roma adalah di Kostantinopel, Turki. Selain dari Eropah, kerajaan Roma juga menguasai negara Syam dan Mesir. Roma telah menang terhadap Parsi dalam peperangan besar terakhir di antara mereka. Dua kerajaan ini adalah dua empayar yang menguasai dunia ketika itu. Beberapa tahun sebelum itu, Roma telah dikalahkan oleh Parsi. Selepas kekalahan itu, Hercules telah bernazar akan berjalan kaki untuk melakukan ibadah haji sekiranya Roma dapat mengalahkan Parsi. Dia berazam akan berjalan kaki dari Kostantinopel ke Baitul-Maqdis. Setelah Roma menang pada kali ini, Hercules ingin menunaikan nazarnya.

"Jurnalistik Pelanjut Risalah Rintisan Nabi Muhammad Saw" Mengenal Sejarah Al-Quran, Awal Turun Hingga Pembukuan

“Jurnalistik Pelanjut Risalah Rintisan Nabi Muhammad Saw” Mengenal Sejarah Al-Quran, Awal Turun Hingga Pembukuan

 

Wartawan Muslim, Pelanjut Risalah Nabi

Posisi wartawan Muslim sebagai pelanjut risalah Nabi dipandang sebagai sebuah kajian yang penting di era informasi saat ini. Hal itu didasari sebuah pandangan bahwa wartawan Muslim adalah salah seorang guru masyarakat informasi. Apa yang lahir dari tangan mereka kemudian menjadi pelajaran yang diserap oleh masyarakat melalui media massa. Oleh karena posisinya yang sangat penting dalam masyarakat, maka wartawan Muslim bisa menjadi penyebar kebajikan di tengah masyarakat melalui media massanya. Itu dengan catatan apabila dia bekerja secara ideal sesuai dengan norma yang berlaku dalam profesinya. Pada perpektif kajian dalam makalah ini wartawan disetarakan posisinya dengan para da’i.

Dalam konteks pendidikan jurnalisme,
wartawan Muslim dilihat sebagai sosok
juru dakwah (da’i) di bidang pers, yakni
mengemban da’wah bi al-qalam. Ia menjadi khalifah (wakil) Allah di dunia media massa dengan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai, norma, etika, dan syariat Islam. Ia memiliki tanggung jawab profetik Islam; mengupayakan agar ajaran Islam tetap dan selalu fungsional serta aktual dalam kehidupan. Jurnalis Muslim tidak boleh tinggal diam begitu saja jika melihat ada kemunkaran dalam dunia yang digelutinya, misalnya menyaksikan pencitraan negatif tentang Islam atau ada rekayasa yang memojokkan Islam dan umatnya di media massa, maka jurnalis Muslim seketika itu langsung membela dan meluruskan sesuai dengan fakta sebenarnya. Ia sangat kritis terhadap lingkungan luar dan sanggup menyaring informasi Barat yang kadang menanam bias kejahatan terhadap Islam.⁹

Sebagai wartawan Muslim, tanggung jawab moral yang diambilnya sangatlah besar. Setiap langkah, setiap tulisan yang akan diluncurkan mempunyai misi amar ma’ruf nahi munkar, dalam pengertian yang seluas-luasnya. Inilah yang membedakan antara wartawan sekuler yang menganut asas bebas nilai dengan wartawan Muslim yang berasas tidak bebas nilai. Adapun nilai-nilai yang diperjuangkan adalah nilai-nilai Islami yang bermuara pada keselamatan, keamanan dan kesejahteraan alam serta seisinya. Penyematan lain dari wartawan Muslim adalah penyuara kebenaran. Mereka adalah manusia bermoral tinggi, dan tahan sogok. Dengan demikian motivasi bekerja seorang wartawan bukanlah karena imbalan semata. Dibayar atau tidak kalau itu merupakan panggilan hati nurani, ia akan melakukannya.

Panggilan profesionalisme itulah yang membedakan antara wartawan tukang yang menulis sesuai dengan keinginan sumber berita atau keinginan perusahaan dengan wartawan profesional yang tetap komitmen atas idealisme. Wartawan yang terakhir inilah mampu menggurat pena dengan mesiu kesadaran diri yang memantik kesadaran publik.

Para wartawan Muslim yang disebut
juga sebagai penyambung lidah ajaran Islam dituntut untuk memiliki sifat-sifat kenabian yakni shidiq, amanah, tabligh, fathonah. Setidaknya ada lima peran media dakwah, yaitu sebagai Pendidik (Muaddib), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis Muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, lebih dari itu jurnalis Muslim dituntut mampu menggali –melakukan investigative reporting– tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia Sebagai Pembaharu (Mujaddid), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam) Sebagai Pemersatu (Muwahid), yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam Sebagai Pejuang (Mujahid), yaitu pejuang-pembela Islam.¹⁰

KESIMPULAN

Menulis dalam Islam merupakan
suatu kewajiban setelah perintah untuk
membaca (belajar, meneliti dan menelaah). Menulis berarti menyimpan apa yang telah dibaca dalam sebuah media yang bisa diakses oleh siapa saja. Dalam perkembangannya, menulis memiliki peran yang sangat urgen dalam sejarah kejayaan umat Islam beberapa abad silam. Mayoritas ulama terdahulu yang menjadi arsitek kejayaan Islam masa lalu adalah para penulis ulung yang telah menghasilkan berbagai buah karya mereka yang sampai saat ini masih menjadi rujukan umat Islam sedunia dalam berbagai disiplin keilmuan. Bahkan, Eropa yang kemajuannya hari ini telah jauh meninggalkan dunia Islam ternyata pernah mengekor pada kemajuan umat Islam masa silam. Dan berbagai kemunduran umat Islam dewasa ini bisa dipastikan karena tradisi membaca dan menulis yang pernah dipopulerkan oleh para ulama masa lalu telah ditinggalkan.

Rasulullah menyuruh kepada kaum
muslim untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al Qur’an, dan kita tahu bahwa Al Qur’an diturunkan tidak melalui tulisan namun firman Allah Subhanahu Wata’ ala yang disampaikan melalui malaikat jibril. Namun setelah itu terjadilah penulisan diberbagai benda. Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wasallam pula sangat mendorong kepada para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan firman
–firman Allah Subhanahu Wata’ ala dan sabda Rasul-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

– Manna Khalail Al-Qattan, Studi Ilmu Al-
Qur’an, PT Mitra Kerjaya Indonesia,
Jakarta 2002

– Asep Syamsul M. Romli. Jurnalistik Dakwah. Bnadung Pustaka Jaya 2003
Muhammad Hasby Ash shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Pustaka Rizki Putra. Semarang 2005,

– Suara Kampus, Mahasiswa dan Pembangunan, Mahasiswa dan Generasi Muda, Perusahaan Grafika Sumatra Barat, Padang: 1986.

– Caured, Laurence, Heracluius in early Islamic Kerygma In “The reign of Heraclius (610-641): crisis and confrontation” (edisi 2002). Peeters Publishers. ISBN 978-90-429-1228-1.

– Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 15, No.2,
Desember 2014, h. 150-151.

– Ade Ma’ruf (pen.), Menulis Itu Indah;
Pengalaman Para Penulis Dunia.
Cet. II; (Yogyakarta: Jendela, 2003),

– Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik
Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003).

rdahmadsyarif

Stik Famika Makassar

RD AHMAD SYARIF

B.A.C.O.T (Bad Attitude Control Of Tongue 🤫)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HARI KARTINI
ULTAH PULAU TALIABU
RIDWAN AZIZ
PLT BUPATI LABUHANBATU
Stik Famika Makassar
LAINNYA
x
x