x

Riset: 1 dari 4 Rumah Tangga di Indonesia Konsumsi Air Minum yang Tercemar Tinja

waktu baca 5 menit
Jumat, 25 Nov 2022 21:45 0 227 Redaksi

Air minum merupakan kebutuhan penting bagi setiap orang untuk melancarkan pencernaan dan peredaran darah, menjaga tekanan darah, meningkatkan daya otak, dan sejumlah fungsi lainnya.

Masalahnya, masih banyak orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat dan aman. Sebuah data dari riset memperkirakan 400 ribu anak di seluruh dunia meninggal setiap tahun karena penyakit diare akibat mengkonsumsi air minum yang tidak aman.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah mensyaratkan nol atau tidak terdeteksinya bakteri E. coli pada air yang akan dikonsumsi.

Faktanya, riset Kementerian Kesehatan tentang kualitas air minum rumah tangga (SKAM-RT) Indonesia pada 2020 menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan: satu dari empat rumah tangga mengkonsumsi air minum yang tercemar tinja. Studi ini berdasarkan lebih dari 21 ribu sampel air siap minum (point of use, POU) yang diambil dari rumah tangga di seluruh Indonesia. Bakteri E.coli bersumber dari pengelolaan tinja yang tidak aman.

Di level mikro, riset saya di pedesaan di Nusa Tenggara Timur  dan Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa tidak 100 persen air yang responden minum setiap hari itu diolah. Padahal, pengolahan mampu menghilangkan tinja pada air minum.

Lalu bagaimana cara mengelola dan menyiapkan air minum yang aman dan sehat?

Tiga lapis perlindungan air siap minum

Perlu kita perhatikan bahwa arti air siap minum berbeda dengan sarana air minum (SAM) seperti kran perpipaan, sumur, atau mata air. Air siap minum adalah air yang dikonsumsi oleh anggota keluarga dan disajikan dalam gelas atau wadah untuk diminum, alias air yang masuk ke tubuh manusia.

Air siap minum bisa saja disimpan dalam cerek, wadah plastik, galon, dan bisa saja sudah diolah ataupun tidak. Singkatnya, kualitas air siap minum menunjukkan kualitas air yang sedang dikonsumsi oleh rumah tersebut.

Air minum yang memiliki risiko rendah terhadap kontaminasi tinja tidak hanya ditunjukkan dengan hasil pengujian kualitas bebas tinja, tapi juga perlindungan berlapis  untuk mengurangi risiko kontaminasi.

Kita sering menyebutnya dengan istilah pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT). Pada dasarnya, PAM-RT terdiri tiga aktivitas: (1) pengolahan air minum yang benar dan selalu dilakukan, (2) penyimpanan yang aman, dan (3) kondisi dapur atau sekitar wadah penyimpanan air minum yang higienis. Ketiga hal ini untuk memberikan perlindungan berlapis kepada air minum.

Pengolahan air minum yang benar

Pengolahan air minum bertujuan untuk menghilangkan pencemaran tinja pada air minum. Berbagai teknik yang bisa dilakukan antara lain merebus air atau penyaringan.

Pada dasarnya, berbagai pengolahan air minum tersebut efektif menghilangkan kontaminasi tinja asalkan dilakukan dengan benar.

Cara pengolahan air minum yang sering dilakukan di Indonesia adalah melalui perebusan. Lebih dari 60 persen penduduk Indonesia melakukannya. Tapi pertanyaannya: apakah perebusan dilakukan dengan benar?

Cara merebus air yang benar adalah membiarkan air mendidih sepenuhnya (gelembung udara yang banyak) dan membiarkan api atau pemanas tetap menyala (atau waktu tunggu didih) selama sekitar satu menit. Lalu kita perlu menambah waktu tunggu didih sekitar satu menit untuk setiap penambahan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Contohnya, jika ketinggian daerah tersebut adalah 2.000 MDPL, seperti daerah Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, maka kita perlu menunggu waktu didih sekitar 2 menit. Hal itu karena yang membunuh bakteri dan virus berbahaya adalah suhu air yang tinggi. Semakin tinggi ketinggian daerah, titik didih menjadi turun (di bawah 100 derajat Celcius), sehingga walau sudah mencapai titik didih, bakteri dan virus bisa saja tidak sepenuhnya hilang dalam waktu singkat.

Lalu Anda perlu ingat bahwa air panas tidak sama dengan air mendidih. Tidak benar bahwa air panas mampu menghilangan bakteri dan virus sepenuhnya, tapi air mendidih mampu. Pemahaman ini perlu diketahui oleh semua masyarakat.

Sayangnya, perebusan air sangat rentan terhadap rekontaminasi, yaitu terjadinya pencemaran kembali.

Rekontaminasi ini biasanya terjadi saat air yang suhunya sudah turun setelah dimasak dipindahkan ke wadah lain yang tidak bersih. Bisa juga air yang sudah mendingin tadi kemudian disaring dengan saringan kain yang tidak bersih.

Praktik penyaringan ini biasanya terjadi di wilayah yang memiliki kadar kapur yang cukup tinggi.

Teknik pengolahan air minum lainnya adalah filtrasi atau penyaringan. Teknik ini umumnya menggunakan produk dasar dari keramik yang didesain sedemikian rupa agar mampu menyaring bakteri dan virus. Produk komersialnya sudah banyak tersedia di pasaran.

Penyimpanan air minum yang aman dan kebersihan dapur

Air yang sudah diolah akan berisiko terkontaminasi kembali jika disimpan dalam wadah yang tidak aman.

Beberapa kriteria wadah yang aman, antara lain memiliki tutup, tidak retak, dan bermulut kecil agar menghalangi kontak langsung antara tangan dan air. Tapi wadah juga harus memiliki lubang yang cukup besar untuk memudahkan pembersihan.

Ingat pula bahwa kita perlu rutin membersihkan wadah penyimpanan air minum dengan sabun. Kita juga bisa membilas bagian dalam wadah dengan air mendidih.

Kondisi kebersihan atau higienitas di sekitar wadah penyimpanan air minum perlu diperhatikan.

Penelitian kami di Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpulkan bahwa pengolahan air minum akan lebih efektif jika dibarengi dengan dapur yang bersih.

Di sana kami menemukan bahwa ada banyak lalat atau hewan peliharaan yang sering masuk ke dapur yang kemudian mempengaruhi kualitas air minum. Lantai yang berdebu dan kotor juga bisa mengurangi kualitas air minum.

Kelola air minum dengan benar dan terus menerus

Untuk mendapatkan air minum yang sehat dan aman kita harus rutin mengelola air minum rumah tangga dengan cara yang benar dan terus menerus. Sebab, setiap hari kita butuh air minum. Karena itu, pengelolaannya juga harus benar setiap hari.

Air yang tercemar tinja berisiko menyebabkan diare dan penyakit lain pada kita dan anggota keluarga, walau dikonsumsi dalam jumlah sedikit.

Satu studi menunjukkan bahwa jika 10 persen air yang kita minum itu tidak diolah, maka pada dasarnya kita sedang meminum 90 persen air mentah. Sedangkan masih banyak orang yang minum air yang tidak selalu diolah.

Kita tentunya berharap angka diare, kematian anak di bawah lima tahun, dan bahkan stunting pada anak-anak di Indonesia akibat mengkonsumsi air yang tidak aman terus berkurang secara signifikan.

Patut diingat, praktik pengelolaan air minum rumah tangga yang benar saja tidak cukup, tapi juga harus terus menerus dilakukan setiap hari.


Daniel adalah dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Gadjah Mada

Artikel ini pertama kali tayang di The Conversation Indonesia dengan lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya di sini.

Google News

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x
x