x
HARI KARTINI

Ramdansyah: Pasca Putusan MK, Bacaleg Bakal Ngegas

waktu baca 4 menit
Jumat, 16 Jun 2023 14:32 0 368 TAUFIK ARIFIN

Jakarta – Pimpinan Rumah Demokrasi Ramdansyah Bakir mengatakan dengan adanya keputusan MK, bahwa pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka, ia yakin spanduk, baliho dari bakal calon legislatif (bacaleg) akan mulai bertebaran.

“Para Bacaleg sudah dua bulan terakhir ini didaftarkan ke KPU oleh partai politiknya tapi tidak pernah Ngegas. Coba aja lihat spanduk baliho itu, kemarin itu masih jarang. Tapi setelah keputusan MK memutuskan proporsional terbuka, saya yakin spanduk, baliho dan alat peraga kampanye lainnya mulai bertebaran,” ujar Ramdansyah saat dialog interaktif di Radio Elshinta, Kamis (15/6/2023)

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (15/6/2023) menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.

Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka.

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).
Lebih lanjut Ramdansyah mengatakan sepinya spanduk atau baliho bacaleg, setelah mereka didaftarkan ke KPU oleh parpol, bukan tanpa alasan. Para bacaleg tersebut kata dia ragu-ragu.

“Keputusan MK ini menurut saya menarik kenapa tidak dari awal diputuskan. Misalkan paling lambat 3 bulan sebelum dimulainya tahapan Pemilu. Sehingga kemudian tidak ada keraguan dari Bacaleg. Tidak ada lagi keraguan apakah Pemilu dengan sistem terbuka atau tutup,” ujarnya.

Banyak pihak yang bertanya mengapa MK menyidangkan gugatan pemilu terbuka?
Menurut Ramdansyah, ketika orang pergi ke pengadilan atau ke MK kalau memang memiliki legal standing maka harus diterima.

Ramdansyah sendiri pernah mengajukan gugatan ke MK. Dan diterima. Itu karena pertama hak konstitusinya terkait dengan frasa “putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bersifat final dan mengikat” atau tidak ada banding lagi.

“Sehingga kemudian Ketika saya dijatuhkan hukuman oleh DKPP maka kemudian saya tidak punya upaya banding. Nah hak konstitusi saya terlanggar, maka saya dapat pergi ke MK”. Tambah Ramdansyah.

UU Nomor 15 tahun 2009 saya uji a terhadap Undang Undang Dasar 1945. Pertanyaan besarnya apakah keputusan pejabat PTUN yang bisa membatalkan jabatan saya tapi atau putusan Pejabat DKPP sebagai lembaga peradilan?” jelas Ramdansyah.

Misalkan ada pengurus partai yang merasa dirugikan selama ini. Mereka ingin menjadi caleg atau caleg dulu sebelumnya maka kemudian mereka sulit.

“Karena dalam sistem proporsional terbuka misalkan yang mendapatkan keuntungan adalah orang yang mempunyai uang. Yang kedua adalah artis. Sementara mereka yang sudah lama mengurusi partai tidak mendapatkan hak yang sama. Sehingga, mereka memiliki perasaan bahwa mereka memiliki legal standing. Pada akhrinya siapa saja yang memiliki legal standing bisa bersidang di MK. Mereka berhak untuk melakukan gugatan undang-undang. Pada akhirnya, MK juga yang memutuskan,” jelas Ramdansyah.

Siapapun berhak melakukan gugatan uji materi, tetapi nanti ada syarat formal, sehingga memiliki legal standing. Yang kedua punya argumen yuridi atau, argumen sosiologisnya. Apakah argumen kita cukup kuat untuk membatalkan pasal-pasal yang dibuat oleh DPR,” jelas Ramdansyah.
Ramdansyah menyatakan terkait sistem pemilu terbuka atau tertutup, menurutnya kedua-duanya sama imbang.

“Menurut saya diperlukan sebuah naskah akademik. Ini selalu ada setiap Rancangan UU. Kemudian setiap perdebatan-perdebatan di DPR itu bisa mewakili masyarakat dan pandangan dari sisi ilmu politik juga harus dikedepankan juga. Nah ini menurut saya sudah ada mengarah kepada sistem proporsional yang terbatas artinya pada pilihan-pilihan yang sudah dibuat. Tetapi kemudian apakah dengan proporsional terbuka yang sekarang ini diputuskan membuat semakin demokratis atau tidak,” imbuhnya.

Ramdansyah menegaskan, apapun sistem pemilunya, terbuka atau tertutup, kita semua berharap bisa mendapatkan calegnya yang berkualitas. Dan merepresentasikan masyarakat banyak.

“Apapun sistem pemilunya kita berharap kualitas partisipasi pemilih itu semakin banyak. Kemudian semakin memperkuat dan mendemokratisasikan parpol. Karena parpol sendiri semakin demokratis. Ketiga harapan saya kita harus menyederhanakan sistem kepartaian kita di parlemen.” pungkasnya.

Sementara itu secara terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan respon atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 yang menolak uji materi atas UU 7 Tahun 2017 terkait sistem pemilu proporsional terbuka, yang diajukan sejumlah pihak.

Dengan tidak adanya perubahan regulasi pemilu pasca putusan yang dibacakan Ketua MK, Anwar Usman itu maka tidak ada pula konsekuensi bagi KPU yang memang telah menyiapkan tahapan pemilu mengacu pada regulasi existing.Yakni sistem proporsional terbuka yang diatur dalam UU 7 Tahun 2017.

“Maka dengan begitu kesimpulannya adalah ketentuan di dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang sistem pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kab/kota tetap konstitusional, sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka,” ujar Ketua KPU Hasyim Asy’ari saat jumpa pers di KPU (15/6).(JR)

Stik Famika Makassar

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ULTAH PULAU TALIABU
RIDWAN AZIZ
PLT BUPATI LABUHANBATU
Stik Famika Makassar
LAINNYA
x
x