x
HARI KARTINI

Geng Sawo Edisi Cerita Tentang Munadak Alias Mbah Ocoor

waktu baca 8 menit
Minggu, 18 Des 2022 23:45 0 360 Redaksi

 

#episode1
——————————————————–

Oleh : @Sofyan Mohammad
——————————————————–

LIPUTAN 4.COM, Kabupaten Semarang- Ketika mengenang masa kecil, ada sebagian orang yang dengan mudah mengingatnya begitu detail. Di sisi lain, ada pula yang merasa sulit mengingat kenangan masa kecil meski sudah melakukannya sekuat tenaga. Kondisi tidak ingat masa kecil ini disebut dengan *infantile amnesia*, yaitu _hilangnya ingatan pada tahun-tahun pertama kehidupan_.

Mengingat kehidupan masa kecil akan menumbuhkan semangat sebab memori memori bahagia masa kecil bisa menjadi loncatan untuk motivasi yang positif karena bertolak dari sugesti dari energi yang positif pula.

Narasi masa kecil memang menarik untuk diingat bagi orang orang dewasa yang sudah bergelut dengan kehidupan yang nyata. Suka duka, pahit getir dalam kehidupan menjadi salah satu faktor melupakan masa kecil yang berarti juga melupakan kebahagian.

Kehidupan masa kecil saya di desa menjadi catatan yang menarik untuk menggugah kesadaran romantisme sejarah. Kami yang lahir pada paruh tahun 1980 an masih dapat mengingat cukup detail masa masa kecil dulu di Desa.

Kami anak anak desa waktu itu memiliki genk kebangaan yaitu *Geng Sawo*. Dibawah pohon sawo yang rindang karena berdaun sangat rimbun serta berbuah sangat lebat tiap musim. Bila malam hari banyak codot atau kelelawar yang hinggab dan bertebaran secara bebas dengan bunyi yang khas. Membuat kami semua merasa senang dan nyaman berlama lama nongkrong di sekitaran pohon sawo yang gagah itu.

Sering kami hanya menggelar tikar dibawah pohon sawo bila tidak sedang hujan. Siang atau malam Pohon Sawo itu selalu menjadi posko dan titik berkumpul kami. Bila hujan tiba tikar kami lipat dan bergeser ke teras rumah siempunya pohon Sawo yaitu *Mbah Ocoor*.

*Mbah Ocoor* sendiri adalah sohib saya kentel. Kami seusia paling berjarak sekitar 2 bulan dengan saya dia lebih dahulu dilahirkan. Kami mengenyam pendidikan dari TK, Madrasah di Pesantren hingga SMP selalu bersama sama.

*Mbah Ocoor* bagiku sosok yang unik. Kepribadianya yang jenaka, lucu, kalau ngomong asal ngomong namun disisi lain dikemas dengan sikap yang pendiam dalam kondisi tertentu. Dia dalam genk kami selalu menjadi sosok pemersatu ketika kami sedang bertengkar.

*Mbah Ocoor* sendiri memiliki nama asli yang unik yaitu _Munadak_. Sebuah nama yang sulit kami cerna makna dan artinya. Sejak kecil Munadak sudah ratusan kali bertanya pada ibu dan saudara saudaranya apa arti dan makna namanya itu. Tapi semuanya tidak ada yang bisa menjelaskan.

Hingga arti dan makna nama itu seperti tidak terjawab oleh _Munadak_ sendiri. Sampai sekarang karena sipemberi nama yaitu bapaknya sudah meninggal dunia sejak dia masih berumur sekitar 4 tahun. _saya sudah tidak dapat mengingat wajah bapak ku lagi_
berkali kali saya mendengar curahan hatinya ketika meratapi nasibnya.

_Munadak_ adalah anak bungsu dari tiga bersaudara kedua kakaknya semua perempuan. Sejak kecil dia hanya diasuh oleh Ibunya yang bekerja serabutan sebagai buruh tani dan buruh memasak air nila untuk menjadi gula jawa.

Munadak yang yatim pada saat itu banyak disayangi oleh orang orang sekitar. Sebab bapaknya yang bernama pak *Slamet* semasa hidup dikenal sebagai seorang yang linuwih. Ahli tirakat topobroto yang malang melintang berguru ke beberapa daerah dengan mengunjungi tempat tempat yang wingit.

Konon dikisahkan beliau juga ahli _tetulung_ semacam paranormal yang secara sukarela akan membantu sanak saudara atau tetangga yang sedang mengalami problematika hidup. Mulai anak panas demam, orang tua sakit, kehilangan barang berharga, panen gagal hingga urusan rumah tangga pasangan minggat pun Pak Slamet dengan sukarela akan membantu.

Saya sendiri belum pernah mengetahui langsung sosok Pak Slamet ini seperti apa. Sama seperti Munadak yang ditinggal mati ayahnya sejak kecil. Kami mengenal sosok beliau dari cerita orang orang yang lebih dewasa.

Diceritakan pada saat itu Pak Slamet memimpikan punya anak laki laki. Setelah sebelumnya telah memiliki dua orang anak perempuan. Berbagai laku spiritual sebagai upaya memohon kepada Tuhan YME dilakukan untuk mewujudkan mimpinya memiliki anak laki laki. Suatu ketika Pak Slamet sering menyampaikan jika memiliki anak laki laki maka semua ilmu yang dimiliki akan sepenuhnya diwariskan pada anak laki laki tersebut.

Segala ikhtiar yang dilakukan Pak Slamet dan istrinya membuahkan hasil hingga lahir bayi laki laki yang selanjutnya diberi nama *Munadak*. Sosok bayi yang yang berkulit putih bersih, montok, lucu dan menggemaskan.

Sungguh tampak kebahagiaan tumpah pada diri Pak Slamet sekeluarga mensyukuri kelahiran *Munadak*. Dengan menggelar wayang kulit semalam suntuk, pertunjukan _reog dan rodad kuntul_ juga digelar semalam di halaman rumahnya yang luas.

Sejak kecil Munadak diperlakukan sangat istimewa oleh keluarganya. Dimanja dan sangat disayangi bukan hanya oleh keluarga namun juga para tetangga. Namun dalam perjalanannya segala mimpi dan harapan Pak Slamet untuk menjadikan Munadak sebagai pewaris tahta _ilmu kadigdayan_ dan _ilmu kalinuwihan_ harus berhadapan dengan takdir.

Sebelum Munadak berusia genap empat tahun ternyata Pak Slamet telah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa tepat pada saat beliau sedang melakukan tetirah topobroto. Sejak saat itu Munadak menjadi sosok yang Yatim. Namun demikian seperti telah terjadi reinkarnasi sebab dalam perjalanannya segala wajah, postur fisik hingga perangai Munadak digambarkan mirip sekali dengan Pak Slamet mendiang bapak kandungnya. Munadak adalah fotocopy Pak Slamet. Demikian ungkapan banyak orang Desa tentang Munadak saat itu.

Munadak kecil menjelma seperti memiliki daya kekuatan _indigo_ bisa melihat dan berkomunikasi dengan mahluk yang orang biasa tidak melakukan. Munadak kecil memiliki daya kekuatan angkat junjung barang diluar kekuatan umum anak seusianya. Misalnya pada saat _ngarit_ atau mencari rumput di kawasan perkebunan mulyorejo dengan menggunakan keranjang terbuat dari bambu seukuran orang dewasa.

Apabila diisi penuh hingga mencapai bobot lebih 40 kg. Bahkan apabila dia sedang sial kena iseng jahil dari teman ngarit yaitu timbunan rumput yang berada didalam keranjang dimasukan batu batu. Hingga tanpa disadari bobot rumput dalam keranjang bisa mencapai 50 kg. Munadak yang saat itu baru berusia sekitar 11 – 12 tahun tetap mampu mengangkat (menyunggi) keranjang rumput tersebut sampai dirumah yang jaraknya lebih dari 1 Km.

Hal hal inilah yang tanpa disadari telah membuat teman teman kami sebaya diam diam segan padanya. Meski memiliki kekuatan seperti Samson namun Munadak tetap rendah hati tidak songong. Munadak kecil pada saat itu seperti memiliki pesona yang mengundang rasa segan dan welas asih.

Karena kelebihan yang nampak seperti digdoyo tersebut maka jika kami sedang bermain dan menghadapi rintangan yang memerlukan tenaga angkat junjung maka cukup kami mengandalkan tenaga Munadak.

Saya lumayan deket dengan dia beberapa kali dalam setiap kesempatan dia sering mencurahkan segala kegelisahannya. Sehingga saya cukup bisa memahami cara berfikir dan sikapnya. Dia juga sangat perhatian terhadap saya dan bisa membela saya disaat tertentu dalam setiap pertengkaran yang tidak saya bisa selesaikan sendiri.

Kami dalam *Geng Sawo* sudah berkali kali berembuk untuk memberi nama panggilan _parapan_ nama bagi Munadak. Berbagai usulan dari temen temen tidak bisa secara tuntas bisa disampaikan untuk mendapat persetujuanya. *Kothe* mengusulkan nama _Pak Thun_, *Boneng* mengusulkan nama _Manol_ *Kencuk* mengusulkan nama _Blekok_. Saya sendiri sejak awal setuju dengan usulan dari Boneng.

Saya berempat tanpa kehadiran Munadak menggelar rapat serius untuk menggodok nama nama tersebut. Hasil rapat dibawah pohon kopi yang rimbun di tengah tengah perkebunan Mulyorejo itu. Keputusan telah kami ambil secara masak masak dengan mempertimbangkan banyak hal. Segala kebijaksanaan yang bereskalasi jangka panjang dan ikhwal akronim kata yang bernuansa jenaka juga sudah masuk dalam pertimbangan. Hingga rapat ditutup setelah secara mufakat mengambil keputusan untuk memberi nama panggilan *Manol*.

Di penghujung rapat penting itu saya diserahi tugas untuk menyampaikan hasil rapat itu pada Munadak. *Manol* adalah sebutan bagi kuli panggul di pasar pasar, terminal atau stasiun yang digambarkan memiliki badan yang kekar dan bertenaga super untuk mengangkat junjung barang barang yang dibebankan oleh penumpang. Hal ini tentu sangat cocok dengan diri Munadak yang memang memiliki tenaga seperti manol.

Setelah beberapa hari menunggu waktu yang tepat maka dimarkas titik kumpul di bawah pohon sawo. Suatu pagi yang cerah dihari minggu saya dengan penuh hati hati menyampaikan amanah dari anggota *geng sawo* pada Munadak. Setelah berbasa-basi cukup lama aku beranikan menyampaikan tujuan itu dengan berkata
” _Mas Mun kami semua sudah sepakat memberi nama panggilan akrab untukmu. Nama ini sudah sangat cocok untukmu. Kencuk sudah berkonsultasi dengan mbah Jiyat, Boneng dan Kothe sudah minta saran dengan Mbah Modin Kubang Semua menyampaikan nama akrab ini nanti sangat cocok untuk kamu nama itu adalah *Manol*_”

Penjelasan saya yang halus dan dengan kata kata yang cukup hati hati tersebut sama sekali tidak ditanggapi. Seperti ngak mendengar. Aku hanya diam untuk beberapa saat hingga saya lanjutkan
” _jika kamu tidak keberatan nanti malam kita lakukan upacara pengesahan nama akrab itu setelah sholat masjid. Mumpung harinya bagus menurut kencuk_.
Dia masih diam tidak menjawab. Suasana menjadi hening untuk beberapa lama. Lantas dengan suara parau dia mulai berkata
” _Aku sebenarnya ngak masalah nama itu juga bagus akan tetapi kok aku belum sreg saja. Tolong tunggu waktu tak mikir dulu beberapa hari lagi_.
Demikain jawaban Munadak pagi itu dan setelah siang hari sudah saya sampaikan hasilnya pada anggota geng sawo lainnya.

*Bersambung…………………*

Tunggu cerita selanjutnya hingga Munadak memiliki nama Panggil *mbah Occor* tentu melalui kisah kisah yang dramatis, mendebarkan diluar dugaan dan tentu saja dengan penuh kelucuan dan kejenakaan polah tingkah anak anak geng sawo😂🤣😂🤣😂😀😂🤣😂🤣🤣😂🤣
*COMINGSOON*

*Nb*. Tulisan ini berlatar cerita masa kecil penulis apabila ada kesaamaan nama, tempat dan kejadian lain selebihnya adalah kebetulan. Sebab tulisan ini adalah karya dalam bidang sastra.

Berita dengan judul: Geng Sawo Edisi Cerita Tentang Munadak Alias Mbah Ocoor pertama kali tampil pada Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. Reporter: Jarkoni

Stik Famika Makassar

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ULTAH PULAU TALIABU
RIDWAN AZIZ
PLT BUPATI LABUHANBATU
Stik Famika Makassar
LAINNYA
x
x