Liputan4.com,Jeneponto_Kisruh penyaluran bansos sejak non tunai hingga tunai seakan tidak ada habisnya, baru-baru ini pada penyaluran BPNT/PKH tahap Januari-februari 2023 ditemukan sejumlah kasus mulai dari tingginya biaya gesek sampai biaya-biaya kepentingan ketua kelompok,14/03/23.
Khususnya di kecamatan Tamalatea, sejumlah aduan dari beberapa desa/kelurahan mencuat ke publik, seperti desa Turatea Timur, Kelurahan Bontotangnga Kelurahan Tonro kassi timur, dan Desa Bontosungguh.
Beberapa KPM mengadu terjadi penolakan gesek di sejumlah wilayah, salah satunya warga Bungung Lompoa di tolak gesek di agen Brilink Syafaruddin (jalur karelayu) dan KPM tersebut diarahkan ke agen Brilink lain yang ada di lingkungan Bungung Lompoa atas nama Sari.
Selain itu KPM juga keluhkan tingginya biaya gesek di beberapa agen, nominalnyanpun bervasiasi diantara 5.000 sampai dengan 15.000 rupiah.
“Iye pak saya biaya gesekku 15.000 ribu ,tidak tahu kalau orang lain ia,” tutur salah satu KPM.
Salah satu agen Brilink membenarkan adanya biaya gesek 15.000 tersebut, namun pihak agen mengaku hanya mendapat 3.000 rupiah sekali gesek dan sisanya ke pendamping.
Terpisah salah satu pendamping saat di konfirmasi membenarkan hal tersebut, hanya saja yang bersangkutan menjelaskan bahwa dana 15.000 terbagi dua yakni 5.000 biaya gesek dan 10.000 biaya konsumsi kelompok.
“Banyak KPM tidak paham pak, memang 15.000 tapi biaya gesek itu lima ribu dan sepuluh ribunya biaya konsumsi kelompok saat pertemuan,” ujar Imma.
Indikasi korupsi dengan dalih biaya-biaya di luar mekanisme jelas melanggar hukum, keberadaan ketua kelompok yang terbentuk dari inisiatif pendamping di duga menjadi alasan diadakannya pungutan dana KPM saat pencairan.
Jika menelusuri jejak aturan biaya gesek bansos di Bank (Himbara) seharusnya KPM tidak dikenakan biaya gesek, apa lagi sampai jumlah fantastik. Pungutan kecil jika diratakan dengan jumlah KPM di satu desa/lurah mampu mencapai puluhan juta dan bisa naik hingga ratusan juta jika persentasenya satu kecamatan.
Sayangnya hingga saat ini pihak bank unit Tamalatea sulit di konfirmasi, dan pihak dinas sosial Jeneponto tidak mampu berkata banyak berhubung kepala dinas baru menjabat beberapa hari yang lalu.
Menanggapi hal tersebut lembaga pemberantas korupsi sulsel bakal merampungkan aduan KPM untuk di bawa ke Kejaksaan Negeri Jeneponto, pengakuan dan aduan yang di benarkan beberapa pendamping maupun agen brilink menjadi dasar masuknya laporan.
“Iya kita upayakan laporkan, jika ini berlanjut kasihan masyarakat yang di manfaatkan dananya, meskipun terbilang kecil per KPMnya namun totalitasnya cukup tinggi,” ujar Sunar.
Menurut aktivis anti korupsi tersebut, adanya biaya-biaya di luar mekanisme yang di inisiasi pihak pendamping tidak memiliki dasar sama sekali, justru adanya ketua kelompok dalih membantu namun biaya di bebankan kepada bansos KPM merupakan kejahatan terselubung.
“Praktinya cukup rapih dan mengatasnamakan kesepakatan KPM, jadi oknum ini buat program kumpul-kumpul yang berkonsumsi, dan biayanya di tarik dari KPM, terus agen brilink tidak mau ketinggalan juga, entah diarahkan oleh siapa sehingga biaya gesek terpatok sekian,” tutupnya.
Pada titiknya jika memerhatikan surat edaran kemensos nomor
591/5.4/BS.00.01/03/2023 terdapat empat point instruksi selain sosialisasi dan penyelesaian permasalahan diantaranya juga dinas sosial segera melakukan pengawasan terhadap pelaksaan program sembako di wilayahnya (point B nomor 3).